Sebuah Tulisan Ambigu
Tulisan ini mungkin tidak ditujukan pada siapapun, namun bagi Anda yang membaca ini, mungkin Anda akan berpikir bahwa ini ambigu.
Jika saja di dunia ini ada orang yang di usia 20annya berkata sirik atau dengki, saya pikir kita harus mulai belajar dewasa.
Saya sendiri, insya Allah mulai saya masuk kuliah, setidaknya sekarang, sudah tidak pernah merasakan hal itu lagi. Karena saya yakin, Allah mempunyai jalan untuk hamba-Nya masing-masing. Kita punya jalan hidup yang berbeda dan rezeki yang berbeda pula, jadi mengapa harus iri?
Saya memang bukan anak dari keluarga yang berada, tapi saya mensyukuri bahwa saya mempunyai orang tua yang terbaik yang pernah ada - untuk saya -, sahabat-sahabat terdekat, punya banyak teman, dan masih banyak lagi hal lainnya yang patut disyukuri. Saya tahu, tidak mungkin bahwa semua orang menyukai saya, tapi ayolah, semua hal di dunia ini ada pro dan kontranya.
Saya tumbuh menjadi anak yang cukup baik menurut saya, dengan inilah saya adanya. Mungkin saya yang temperamental cukup mengganggu terkadang, atau mungkin saya yang berpikiran absurd. Tapi yaah, semua orang berbeda, dan saya cukup mengerti bahwa kedewasaan menuntut saya untuk mensyukuri apa yang saya punya.
Saya bukanlah orang terpintar di kelas yang selalu menjadi nomor satu. Apalagi menjadi murid kesayangan atau kebanggaan dosen, itu sangatlah jauh dari diri saya. Saya hanya mahasiswa biasa yang sibuk dengan dunia saya sendiri (kembali ke main angklung, rapat, main, belajar, pergi ke mesjid) dan hal biasa lain yang orang-orang seusia saya lakukan. Saya rindu akan waktu luang, itu pasti. Tapi waktu luang saya akan saya korbankan demi keluarga dan teman-teman serta sahabat saya, menebus semua kesibukan yang menculik keberadaan saya dari mereka. Lack of rest, itu pasti. Tapi saya mencoba setidaknya untuk tidak mengeluh, karena inilah yang saya pilih.
Saya yang seperti apa yang Anda lihat, sama imejnya mau di depan atau di belakang Anda, karena saya bukan orang tipe orang yang ingin menjelekkan Anda di belakang. Suka atau tidak, itu akan saya tunjukkan dengan jelas. Saya dan semua orang di dunia ini adalah orang yang berbeda, maka saya hanya akan menjadi yang terbaik, menunjukkan yang terbaik dari diri saya.
Selalu berada di garis aman dan tidak mau terluka bukanlah style saya, karena saya percaya dengan luka itulah saya bisa belajar menjadi dewasa. Warlords in mind, itulah yang menjadi pola pikir saya, dan saya pikir dengan begitu saya akan mampu menghadapi ratusan peperangan sekalipun dengan rencana yang matang. Saya sudah pernah berkali-kali terluka parah, namun pada akhirnya saya berusaha bangkit, walaupun dengan darah yang masih menetes. Masokis? Mungkin. Namun itulah jalan yang saya pilih.
Ini memang hanya tulisan yang tidak penting yang diketik di kala seharusnya saya belajar untuk UTS, tapi.. ini kenyataan. Dan semua orang di dunia ini berhak untuk sukses, dan akan lebih baik lagi jika kesuksesan itu diiringi dengan kebijaksanaan yang terpancar dari dalam jiwa.
-sekian-
Jika saja di dunia ini ada orang yang di usia 20annya berkata sirik atau dengki, saya pikir kita harus mulai belajar dewasa.
Saya sendiri, insya Allah mulai saya masuk kuliah, setidaknya sekarang, sudah tidak pernah merasakan hal itu lagi. Karena saya yakin, Allah mempunyai jalan untuk hamba-Nya masing-masing. Kita punya jalan hidup yang berbeda dan rezeki yang berbeda pula, jadi mengapa harus iri?
Saya memang bukan anak dari keluarga yang berada, tapi saya mensyukuri bahwa saya mempunyai orang tua yang terbaik yang pernah ada - untuk saya -, sahabat-sahabat terdekat, punya banyak teman, dan masih banyak lagi hal lainnya yang patut disyukuri. Saya tahu, tidak mungkin bahwa semua orang menyukai saya, tapi ayolah, semua hal di dunia ini ada pro dan kontranya.
Saya tumbuh menjadi anak yang cukup baik menurut saya, dengan inilah saya adanya. Mungkin saya yang temperamental cukup mengganggu terkadang, atau mungkin saya yang berpikiran absurd. Tapi yaah, semua orang berbeda, dan saya cukup mengerti bahwa kedewasaan menuntut saya untuk mensyukuri apa yang saya punya.
Saya bukanlah orang terpintar di kelas yang selalu menjadi nomor satu. Apalagi menjadi murid kesayangan atau kebanggaan dosen, itu sangatlah jauh dari diri saya. Saya hanya mahasiswa biasa yang sibuk dengan dunia saya sendiri (kembali ke main angklung, rapat, main, belajar, pergi ke mesjid) dan hal biasa lain yang orang-orang seusia saya lakukan. Saya rindu akan waktu luang, itu pasti. Tapi waktu luang saya akan saya korbankan demi keluarga dan teman-teman serta sahabat saya, menebus semua kesibukan yang menculik keberadaan saya dari mereka. Lack of rest, itu pasti. Tapi saya mencoba setidaknya untuk tidak mengeluh, karena inilah yang saya pilih.
Saya yang seperti apa yang Anda lihat, sama imejnya mau di depan atau di belakang Anda, karena saya bukan orang tipe orang yang ingin menjelekkan Anda di belakang. Suka atau tidak, itu akan saya tunjukkan dengan jelas. Saya dan semua orang di dunia ini adalah orang yang berbeda, maka saya hanya akan menjadi yang terbaik, menunjukkan yang terbaik dari diri saya.
Selalu berada di garis aman dan tidak mau terluka bukanlah style saya, karena saya percaya dengan luka itulah saya bisa belajar menjadi dewasa. Warlords in mind, itulah yang menjadi pola pikir saya, dan saya pikir dengan begitu saya akan mampu menghadapi ratusan peperangan sekalipun dengan rencana yang matang. Saya sudah pernah berkali-kali terluka parah, namun pada akhirnya saya berusaha bangkit, walaupun dengan darah yang masih menetes. Masokis? Mungkin. Namun itulah jalan yang saya pilih.
Ini memang hanya tulisan yang tidak penting yang diketik di kala seharusnya saya belajar untuk UTS, tapi.. ini kenyataan. Dan semua orang di dunia ini berhak untuk sukses, dan akan lebih baik lagi jika kesuksesan itu diiringi dengan kebijaksanaan yang terpancar dari dalam jiwa.
-sekian-
Komentar
Posting Komentar